Refleksi Kehilangan Peran Orang Tua dalam Film " Jumbo" analisis Psikologi Sastra | Cerpen
oleh: Sdri. Khairiyanni Shagita <khairiyannish@gmail.com>
Dalam jagat perfilman, ada banyak sekali film yang hadir dengan segala inovasi barunya, mulai dari film drama, hingga film animasi. Saat ini, film animasi seringkali dianggap sebagai hiburan ringan yang ditujukan khusus untuk anak-anak. Bahkan tak jarang banyak film animasi menyajikan lapisan makna mendalam yang mampu menyentuh berbagai usia. Film-film semacam ini bukan hanya sekadar tontonan visual, melainkan juga cerminan dari realitas sosial dan psikologis manusia. Mereka memiliki kapasitas unik untuk mengeksplorasi tema-tema yang relevan terhadap kehidupan sehingga menarik perhatian masyarakat luas.
Film animasi, yang kerap kali disalahpahami sebagai genre ringan yang hanya mengedepankan visual dan hiburan bagi anak-anak, telah berevolusi menjadi medium penceritaan yang kuat dan kompleks. Banyak di antara film animasi yang kini mampu menyelami kedalaman emosi manusia, konflik psikologis, dan isu-isu sosial yang relevan bagi berbagai kelompok usia. Karya-karya semacam ini melampaui batasan hiburan semata, bertransformasi menjadi cerminan realitas yang kaya akan simbol dan makna, memungkinkan eksplorasi mendalam atas berbagai aspek kemanusiaan.
Fenomena ini sekarang kian terlihat jelas dalam industri perfilman, terutama di Indonesia yang terus berkembang. Salah satu contoh film terbaru yang tengah menjadi perbincangan hangat adalah film animasi "Jumbo" (2025). Film ini telah menarik perhatian luas, bukan hanya karena kualitas animasinya yang memukau, melaikan juga sebagai karya anak bangsa,yang mampu menghadirkan kedalaman ceritanya yang menyentuh dalam animasinya. "Jumbo" berhasil menciptakan resonansi emosional yang kuat dengan penontonnya, melampaui batas usia. Film ini memiliki kemampuan dalam menggambarkan nuansa kehidupan yang realistis meskipun dibalut dalam balutan fantasi. Kesuksesan "Jumbo" di box office, menjadikannya film animasi Indonesia dan Asia Tenggara terlaris, serta melampaui capaian film global seperti <span style="white-space-collapse: preserve;">Frozen 2</span> di Indonesia, menegaskan bahwa film ini telah menemukan tempat istimewa di hati penonton.
Salah satu inti kekuatan naratif "Jumbo" terletak pada keberaniannya mengangkat tema krusial yang relevan dengan pengalaman banyak individu: kehilangan peran orang tua. Film ini menempatkan Don, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun, sebagai protagonis utama yang dikisahkan sebagai seorang yatim piatu. Status ini secara langsung menggarisbawahi ketiadaan peran sentral figur orang tua dalam kehidupannya, sebuah kondisi yang secara intrinsik membawa konsekuensi psikologis yang kompleks dan berkelanjutan. Kehilangan peran orang tua, baik melalui kematian, perpisahan, atau ketidakhadiran emosional, menciptakan kekosongan signifikan dalam dunia anak. Don, dalam film ini, merepresentasikan anak yang tengah berjuang dengan dampak-dampak tersebut.
Selain kekayaan narasi dan kedalaman psikologis, film "Jumbo" juga unggul dalam penggunaan stilistika yang memperkuat penyampaian tema kehilangan peran orang tua dan perjalanan batin Don. Jika dilihat dari aspek Stilistika dalam film ini dilihat dari pilihan visual, simbolisme, narasi, dan bahkan penggunaan suara yang secara subliminal atau eksplisit mendukung pemahaman psikologis karakter. Seperti contohnya secara visual, ada banyak sekali detail kecil yang mendukung cerita menggambarkan tentang sosok Don yang merasa kehilangan kedua orang tuanya. Objek-objek tertentu juga berfungsi sebagai simbol stilistika. Buku dongeng warisan orang tua adalah contoh utama. Secara stilistika, buku ini bukan hanya artefak naratif, tetapi juga metafora visual untuk menjadi"jembatan" ke masa lalu Don, juga menjadi "cermin" dari imajinasinya, dan "jangkar" emosionalnya.
Melalui gaya ilustrasi dalam buku tersebut dapat tergambar karakter yang berbeda misalnya, lebih kuno, detail, atau fantastis yang membedakannya dari realitas visual film, menegaskan perannya sebagai portal ke dunia imajinatif Don. Buku dongeng ini juga berfungsi sebagai cara awal bagi Don, dimana ia mungkin menemukan kekuatan dan solusi dalam dunia fantasi, mengisi ruang hampa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.
Karakter Jumbo itu sendiri, meskipun tidak secara eksplisit digambarkan sebagai karakter tunggal di sinopsis, jika ia muncul sebagai entitas visual, bisa menjadi personifikasi dari keberanian Don, imajinasinya yang tak terbatas, atau bahkan figur pengganti orang tua. Ukurannya yang "jumbo" bisa menjadi simbol stilistika untuk potensi besar yang dimiliki Don, atau rasa "berat" yang ia rasakan dalam hidup, yang kemudian diubah menjadi kekuatan.
Pertemuan Don dengan Meri juga menjadi sorotan utama. Meri, seorang peri kecil misterius, sangat signifikan secara psikologis. Meri, yang juga meminta bantuan Don untuk mencari orang tuanya, dapat dilihat sebagai proyeksi dari kebutuhan Don sendiri yang belum terpenuhi. Penggunaan flashback untuk menunjukkan momen bersama orang tua atau trauma masa lalu juga merupakan pilihan stilistika untuk memberikan kedalaman psikologis pada karakter Don dan juga Meri. Petualangan mereka adalah sebuah perjalanan individuasi, di mana setiap tantangan memaksa Don mengembangkan aspek baru dari kepribadiannya, menjadikan setiap sisi dari cerita animasi ini berhasil membawa penonton ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh Don, Meri dan sahabatnya.
Dukungan dari Oma Don dan sahabat-sahabat Don juga memainkan peran krusial dalam proses psikologisnya, berfungsi sebagai jangkar emosional dan sistem pendukung yang esensial. Melalui petualangan ini, Don tidak hanya berhasil membuktikan kemampuannya, tetapi juga mengalami transformasi internal yang signifikan, belajar arti persahabatan, keberanian, dan kepercayaan diri. Dari petualangan panjangnya Don belajar bagaimana untuk mengenangkan diri, membebaskan diri dari kegundahan hati tanpa sosok orang tua, dan belajar tentang berbagai aspek kehidupan. Akhir cerita yang menunjukkan bahwa akhirnya Don dan para tokoh lainnya berhasil mencapai tujuan mereka, merupakan bukti bahwa animasi ini memiliki cara sendiri untuk memberikan pengajaran kepada penonton melalui tema yang diceritakan dalam film ini.
Film animasi "Jumbo" (2025) secara efektif memanfaatkan mediumnya yang kaya visual dan naratif untuk menyampaikan pesan psikologis yang kompleks. Melalui karakter Don dan perjalanannya, yang didukung oleh pilihan stilistika seperti simbolisme visual, gaya animasi, dan dialog, film ini bukan hanya menghibur, tetapi juga memberikan wawasan berharga tentang dampak kehilangan peran orang tua pada anak, serta bagaimana imajinasi, dukungan sosial, dan kekuatan batin dapat menjadi kunci untuk pertumbuhan dan penerimaan diri. Oleh karena itu, "Jumbo" layak dikaji lebih lanjut sebagai sebuah karya yang signifikan dalam genre animasi Indonesia yang mampu menyelami kedalaman psike manusia.
Unduh artikel ini (jika tersedia):
Sosial Media Penulis:
Instagram ()
Facebook ()
Tiktok ()
Wattpad ()